Pandemi, Konspirasi, dan Kontrasepsi
Pemerintah dengan Agama ?
Ol eh : Muhammad Luthfi Dharmawan, Mahasiswa PAI UIN Malang
Lebih dari 190 negara telah terpapar pandemi
ini, lebih dari 100.000 jiwa menjadi korban keganasan virus ini. bahkan di
Indonesia, dalam berita KemenKes per 29 Maret Covid-19 ini telah merenggut 114
jiwa. Dalam sebuah artikel tulisan Daniel Joley dan Pia Lamberty menjelaskan
bahwa Covid-19 ini sengaja dikenalkan oleh Inggris dan Amerika Serikat sebagai senjata biologis mereka untuk berperang
dalam sektor ekonomi dengan menghasilkan uang dari vaksin namun, ini semua
hanyalah sebuah teori konspirasi yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah
sehingga jangan terlalu menelan mentah-mentah begitu saja.
Terlepas dari itu semua, virus ini harus
segera dihentikan jika tidak ingin memakan lebih banyak lagi korban jiwa
khususnya di Indonesia. Di Indonesia sendiri dalam kurun waktu dua pekan sudah
terinfeksi positif lebih dari 1000 jiwa. Dalam hal ini, tentu saja ketika
penyebaran ini dibiarkan terus menerus maka akan menjadi musibah yang sangat
besar bagi sebuah negara seperti halnya Italia. Italia merupakan negara yang
berada di zona terpuruk akibat pandemi ini, dimana pasien membludak hingga
banyak mereka yang positif terpapar Covid-19 tidak bisa tertolong dan akhirnya
meninggal begitu saja dalam kurun dua
pekan karena kurangnya tenaga medis. Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa
Italia bisa sampai pada kondisi seperti itu salah satunya disebabkan warganya
terlalu meremehkan virus tersebut dan tidak mematuhi aturan pemerintah dengan
baik. Disisi lain, peran pemerintah pada saat itu bisa dikatakan agak terlambat
menerapkan lockdown yang akhirnya membuat virus ini sangat cepat
bermutasi.
Di Indonesia sendiri saat ini, keadaannya
hampir sama dengan Italia, kondisi masyarakat yang sebagian besar minim
informasi menyebabkan mereka terlihat acuh bahkan terkesan meremehkan virus
ini. Ketika kita melihat realita, Pemerintah melalui BNPB telah menetapkan masa
darurat Corona hingga 29 Mei serta memberi kebijakan WFH (Work From Home) dan
social distancing untuk mencegah bertambahnya masyarakat yang terpapar
Covid-19 ini. Berbicara kebijakan pemerintah tentang dua hal diatas, sebenarnya
masih menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan khususnya beberapa kalangan
agamis. Dalam hal ini mayoritas persepsi muslim hadir untuk mendukung anjuran
pemerintah. Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga resmi pemerintah telah
memberikan fatwa untuk mencegah masifnya
penyebaran virus ini maka dianjurkan untuk beribadah di rumah serta meniadakan
sholat jumat sampai pada batas waktu yang ditentukan. Hal ini sejalan dalam
hadis bagaimana cara menyikapi saat terjadi wabah menular atau taun yang
mana dianjurkan untuk berdiam diri serta beribadah di rumah.
Ketika ini bisa dijalankan seluruh elemen
secara optimal, setidaknya akan membantu
menekan angka penyebaran virus ini tanpa adanya kontrasepsi antara agama
dan pemerintah. Karena dalam situasi ini agama masih relevan dengan otoritas ilmu
pengetahuan. Penulis meyakini dalam situasi seperti ini nilai kemanusiaan jauh
lebih penting sehingga kebijakan tersebut harus dipatuhi bersama. Sebagaimana
dalam kaidah fiqh dikatakan bahwa ketika ada resiko dua mudharat maka kita
harus lebih memilih mudhorot yang lebih ringan dengan catatan tidak
meninggalkan kewajiban kita untuk beribadah sebagai wujud penghambaan yang
mutlak kepada ilahi.
Komentar
Posting Komentar