Langsung ke konten utama

Opini : Liberalisme Dalam Kontestasi Beragama di Indonesia


 


Oleh

1Muhammad Luthfi Dharmawan, 2Riris Arida Enggarwati

(Mahasiswa S1 Pendidikan Agama Islam UIN Maulana Maik Ibrahim Malang)

Dalam kurun 20 tahun terakhir ini, kontestasi publik di Indonesia mayoritas dipenuhi pada pembahasan paradigma ekstrimis dan fundamentalis. Namun, agaknya hanya isu radikalisme dan intoleran yang selalu dikerucutkan. Beberapa diskursus yang dibahas di ranah perguruan tinggi juga kerap hanya membahas tentang terorisme sehingga menimbulkan kesan Islam yang keras. Padahal, paradigma fundamentalis ini juga sangat berbahaya bagi kehidupan beragam yang mana menyamakan semua keyakinan setiap agama. Kerap kali kita mendengar premis yang berbunyi “Semua agama itu sama, menuju pada Tuhan yang sama hanya saja jalan dan interpretasinya saja yang berbeda-beda.” Hal ini merupakan suatu konsep humanisme pada aspek teologis dan ini melanggar batas tasamuh dalam Islam. Allah Swt di dalam surah Al Baqarah ayat 204 telah memperingatkan kita untuk berhati-hati dari sebuah jebakan yang dibungkus secara sistematis dan menarik :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُهٗ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّٰهَ عَلٰى مَا فِيْ قَلْبِهٖ ۙ وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ)  ٢٠٤(

Artinya: “Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.” (Al-Baqarah : 204)

Orang yang memiliki pandangan seperti ini cenderung orang yang menarik dalam beretorika dengan mengutip potongan firman Allah atau hadis yang kemudian mereka menafsirkan sesuai nafsunya saja. Hal ini menjadikan apa yang dia bicarakan padahal salah namun ketika masuk dikalangan orang awam dianggap benar. Tidak jarang kita menemui orang yang memiliki keilmuan hingga gelar doktor, kiai atau bahkan profesor mengatakan bahwa semua agama itu memiliki tuhan yang sama hanya metodenya saja yang berbeda. Menurut penulis, seharusnya ranah akidah tidak dipaksakan untuk disamakan, cukup kita hargai perbedaan yang sudah menjadi keniscayaan tuhan. Ibarat dua orang yang meminum kopi dan teh, mereka tidak bisa memaksakan percampuran kedua zat tersebut karena akan membuat rasa menjadi hambar. Namun, jika masing-masing menikmati teh dan kopi maka akan menghasilkan rasa yang semestinya begitupun berbicara keyakinan.

Mereka sering memanfaatkan legalitas untuk menyusupkan doktrin liberalisme kepada umat, padahal mereka lah sebenarnya musuh yang paling nyata. Mereka mengatakan kalimat Asyhadu alla ilaaha illallah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah Namun lisannya mengatakan semua agama sama, menuju pada Tuhan yang sama namun jalannya yang berbeda. Ini adalah tingkat pertama “maghdub alaihim”. Sudah tahu yang benar tapi lisannya mengatakan yang salah. Dalam Islam kebenaran (haq) yang paling tinggi adalah haq tauhid yang Allah terangkan dalam Al Quran dengan jelas pada surah Taha ayat 14:

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ)  ١٤(

Artinya: “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku.” (Taha: 14)

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada penyamaan tuhan. Setiap agama memiliki konsep ketuhanan dan ajaran masing-masing. Sehingga tidak ada pembenaran bahwasannya “semua agama sama menuju pada Tuhan yang sama”. Orang Nasrani mengatakan agamanya yang paling benar, orang Yahudi pun mengatakan agamanya yang paling benar, lantas kenapa kita orang Islam menjadi aneh membenarkan agama mereka tetapi mereka saja tidak membenarkan agama Islam. Kita sebaga umat Islam harus paham dengan konsep Lakum diinukum waliyadiin (untuk mu Agamamu dan untukku Agamaku). Berbicara toleransi, Islam telah memberikan panduan secara lengkap bagaimana kita bertoleransi dengan sesama tanpa melanggar batas akidah yaitu cukup dengan menghormati agama mereka dan tidak mengganggu mereka dalam beribadah.

Jika semua agama sama maka kita otomatis membenarkan semua agama yang berarti menganggap penganut agama lain bukanlah orang kafir. Saudaraku, ketahuilah bahwa syahadat atau keislaman juga memiliki pembatal sebagaimana wudhu yang juga memiliki pembatal. Para ulama menyebutkan bahwa salah satu pembatal keislaman seseorang adalah memiliki keyakinan tidak menganggap orang yang musyrik atau non-Islam sebagai orang kafir atau bahkan membenarkan agama mereka. Demikian juga Allah menganggap kafir orang-orang musyrik dari kalangan Yahudi ataupun Nasrani. Sehingga wajib bagi setiap muslim berkeyakinan di dalam hatinya tentang kafirnya mereka. Allah swt berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَۗ (18)

Artinya: “Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam”.  (Al Maidah : 17)

Perlu diketahui bahwa dewasa ini telah berkembang konsep penyamaan 3 agama. Mereka mengira bahwa Islam, Yahudi, dan Nasrani semuanya adalah agama yang benar dengan beranggapan menyembah tuhan yang sama. Untuk itu kita sebagai umat Islam harus kritis dalam melihat sebuah fenomena yang terjadi disekitar kita. Perkuat aqidah kita dengan banyak-banyak belajar ilmu agama sehingga kita tidak gampang terjerumus pada liberalisme dan radikalisme dalam beragama. Penulis berharap diskursus tentang liberalisme ini juga dijadikan sebuah prioritas di lingkup kampus serta masyarakat umum untuk mencegah munculnya paham liberal dan komunis serta menjaga marwah Indonesia sebagai negara dengan semboyan Bhinneka Tungga Ika.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktualisasi Wasathiyah Islam : Penerapan Moderasi Beragama di SDN 02 Purwodadi Kabupaten Malang

  Muhammad Luthfi Dharmawan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dharmawan.luthfi400@gmail.com   ABSTRAK Pemahaman agama Islam di Indonesia pada akhir-akhir ini berada pada posisi yang mengkhawatirkan sejak eksisnya paham ekstrimisme dan liberalisme di berbagai kalangan masyarakat. Seharusnya sebagai negara majemuk sikap toleransi harus dijunjung tinggi dalam menghadapi pandangan yang fundamental ataupun ekstrem. Begitu juga dalam sektor pendidikan yang bersifat multikultural sudah semestinya mengaktualisasikan pembelajaran yang berbasis moderasi beragama. P enelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana strategi institusi pendidikan Islam dalam mengaktualisasikan wasathiyah Islam. Metode penelitian dalam riset ini menggunakan pendekatan field research di SDN 02 Purwodadi dengan metode analisis deskriptif . Dari hasil riset yang dilakukan, upaya SDN 02 Purwodadi dalam menciptakan iklim wasathiyah Islam dilakukan dengan bebera...

MAS AL-ISLAM JAMSAREN SURAKARTA : BERINOVASI DALAM MENCETAK GENERASI QURANI

  Oleh : Muhammad Luthfi Dharmawan  Mahasiswa S1 Pendidikan Agama Islam UIN Malang Dharmawan.luthfi400@gmail.com      Dewasa ini, globalisasi semakin terasa dampaknya didalam berbagai aspek khususnya di bidang pendidikan. Masifnya pertukaran informasi dan budaya antar negara menyebabkan para komponen pendidikan harus bekerja ekstra dalam memfilter serta menyusun strategi menghadapi budaya asing yang memiliki negatif. Terlebih pada kondisi sekarang, dengan transformasi metode pembelajaran dari luring ke daring membuat tantangan dalam dunia pendidikan semakin kompleks. Belum lagi tantangan yang sudah menjamur sejak 2010-sekarang tentang dekadensi moral peserta didik mendesak seluruh lingkungan pendidikan harus bersinergi dalam mengawasi dan membimbing peserta didik. Namun, dibalik itu semua ada hal positif yang muncul misalnya lembaga pendidikan berlomba-lomba berinovasi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan pandemi ini. Salah satunya yaitu Mas...

Studi Kasus Ritual "Pulung Langse"Di Desa Balakan : Telaah Kritis Dalam Perspektif Sosio-Kultural berdasarkan Surat Al-Anfal [8]: 1

ABSTRAK Dharmawan, Muhammad Luthfi dkk. 2020. Ritual ”Pulung Langse” Di Desa Balakan Kabupaten Sukoharjo : Telaah Kritis Dalam Perspektif Sosio-Kultural Berdasarkan Surat Al-Anfal [8] : 1 . Jurusan Pendidikan Agama Islam , Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing Penelitian : Imron Rossidy, M. Th., M. Ed.                                                                                                        ...